Senin, 20 Desember 2010

(just for) my love






tulisan ini beruang buat berdasarkan pengalaman pribadi setelah melewati 2 bulan pertama bersama sapi dudunk dhi. istri beruang tercinta.

beruang akan menceritakannya secara singkat mengenai kehidupan perkenalan hingga saat ini dengan sapi.

beruang pertama kali mengenal sapi melalui jejaring sosial Frien*ster karena tanpa sengaja sapi memajang nomor teleponnya di comment dan testimony milik cewek inceran beruang sebelumnya (sekarang dia pun udah jadi istri orang).

sejak saat itu, semua berjalan.

pertama kali ketemu langsung a.k.a. kopi darat, beruang mengajak sapi untuk menyaksikan ke JIFFEST tapi entah kenapa, dibilang tidak ada sapi oleh teman satu kos sapi (dan hingga kini mereka masih utang maaf untuk itu). menurut teman kos sapi, beruang berpenampilan terlalu besar, hitam dan berbulu (namanya juga beruang..fyuh).

dan malam serta hari berlalu menambah keyakinan untuk menikahi sapi.


akhirnya hari yang berbahagia itu datang.
sabtu cerah di magelang, 16 oktober 2010, hanya beberapa hari setelah wisuda diploma III STAN sapi. alhamdulillah.

hingga kini lewat dua bulan setelah hari itu, tidak ada penyeselan atau keraguan untuk itu. beruang sayang sapi dengan caranya sendiri.

beruang sayang sapi seperti embun pagi yang selalu sedia menyejukan rumput di kala pagi. walopun tidak terasa oleh mata..tapi selalu terasa sejuk saat menyentuh kulit kita..



(just not like) Pooh and Friends.


Seekor beruang bersahabat dengan 3 ekor hewan yang lain. Tapi entah kenapa ternyata si beruang menjadi "pengeluh". Kinerjanya pun menjadi mirip dengan citra yang digambarkan dalam cerita Winnie the Pooh karangan A.A. Milne (sumber). Seekor beruang yang lambat dan sedikit bodoh.

Beruang memiliki 3 orang tokoh pendamping menunjang cerita yang utama dia adalah Tigger si harimau, Eeyore si Keledai dan Piglet si babi. tanpa bermaksud menyampingkan dan mengecilkan peran tokoh sahabat pooh yang lain, tiga teman tersebut adalah yang paling sering mendampingi pooh dalam ceritanya.

Berikut suatu scenee antara keempat ekor tersebut:

Pooh yang sedari tadi duduk di dalam gua pohonnya mencoba mengerjakan tugas untuk menggambar ketiga sahabatnya tersebut. tiba -tiba tanpa disadari piglet datang dan dengan lakon yang penakut itu meminta tolong pooh untuk mengerjakan tugasnya untuk mengirimkan surat kepada seluruh penghuni hutan. Pooh, sebagai seekor beruang yang bodoh pun menyanggupi padahal tugasnya belum selesai. sepanjang hari dia berkeliling hutan mengantarkan surat. sekitar 80% pekerjaan tiba-tiba Tigger meminta Pooh untuk membantunya menghitung banyak makanan yang berada di dalam kandangnya. dan lagi-lagi Pooh menyanggupi sampai dia lupa menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Piglet.

Bungkus demi bungkus Pooh membantu Tigger untuk menghitungnya bahkan setelah sampai sekitar 70% pekerjaan tersebut lagi-lagi fokus Pooh terganggu oleh Eeyore. Sekitar 10 menit dengan ekor-tempel-pakunya dia berkeliling kandang Tigger sambil sesekali melongok ke dalam melalu lubang angin plus cahaya ciptaan Tigger tersebut.

Karena merasa tidak enak, Pooh pun berjalan mendekati Eeyore melewati Tigger yang nampak kekenyangan memakan bagian tumpukan makanan yang telah selesai dihitung oleh Pooh. Pooh muali tmapak lelah, bajunya mulai tampak lusuh dan sedikit lembab karena keringat plus debu hasil keliling hutan tadi.

"Pooh, bisakah kau menemukan rumahku?", permintaan yang terkesan bodoh itu tetap ditanggapi dengan anggukan. Pooh pun mendampingi Eeyore berjalan mencari rumah Eeyore ke arah pusat hutan, sebab tadi Pooh melihat semacam tumpukan kayu yang selama ini diakui oleh Eeyore sebagai rumahnya yang paling nyaman di seluruh hutan. SAmbil jalan nampak Piglet sedang berkubang dalam kubangan lumpur sendiri dan tampak riang. Membandingkan dengan keadaan itu hampir sama dengan keadaan yang ditemui saat meninggalkan kandang Tigger tadi.

Di kejauhan nampak tumpukan ranting dan cabang pohon kering yang berbentuk seperti tenda dan disebelahnya tampak tumpukan wortel dan lobak milik Rabbit. dengan langkah yang sudah lelah, Pooh mendekatinya bersama Eeyore yang tapak berbinar matanya disertai lenguhan tanda gembira sebanyak dua kali. "maafkan saya, Eeyore. Tadi saya menggunakan rumahmu untuk menjemur hasil panen. Mungkin kamu tidak dapat menemukan rumahmu ketika tadi tertutupi oleh hasil panen dari kebunku yang super subur. Sekali lagi aku minta maag, dan sebagai gantinya, kamu akan saya berikan sebagian dari hasilnya.", sapa Rabbit dengan nada cepat seperti biasa. Lalu Eeyore pun langsung masuk ke rumahnya, mengambil posisi tidur sambil memakan semua pemberian Rabbit.

Fiuh..
Tubuh Pooh mulai terasa lelah, ia pun menuju ke gua tercinta terbayang sudah sofa tidur favoritnya untuk merebahkan diri karena dia tahu dia tidak punya uang untuk membeli madu sehingga ia harus menahan keinginan untuk makan.

Pooh langsung tidur sambil memperhatikan langit-langit gua. Menikmati sisa harinya yang mulai menampakkan senyuman rembulan.

tiba-tiba pi ntu guanya diketuk. Terdengar juga banyak suara mengiringi ketukan tersebut. mulai dari Piglet, Eeyore, Tigger bahkan samapi Christopher Robbins. Saat membuka pintunya berondongan pertanyaan pun sama diajukan yang intinya adalah kenapa pekerjaan Pooh belum selesai. Muali dari menggambar (milik Robbins), mengantar surat (Piglet), Menghitung Makanan (Tigger) serta mengantarkan gerobak (ternyata eeyore diminta roo untuk menarik gerobak berisi peralatan memasak).


Pooh, Pingsan!

Minggu, 19 Desember 2010

PSSI, sepakbola dan komersialisasi nasionalisasi

Terdengar teriakan di sekitar antrian yang sangat memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) banyak sekali. Mulai dari yang bernada masih positif seperti,"ayo jual tiketnya, kami bayar berapapun harganya" hingga bernada kesal yaitu "PSSI Banci, Nurdin Turun!". Puluhan ribu calon penonton yang mayoritas berasal dari Indonesia mulai banyak yang kesal dengan pelayanan PSSI untuk penjualan tiket pada laga lanjutan Piala AFF ini.



Para calon penonton tersebut mulai nampak mulai memuncak emosinya. mulai dari pemindahan sistem penjualan online yang menjadi manual, harga yang meningkat drastis daripada laga sebelumnya hingga tiket yang mendadak habis karena diborong oleh pejabat tertentu tanpa didasari prinsip keadilan. PAra pembeli normal (baca=bukan pejabat) berasal dari banyak daerah di indonesia, mulai dari sekitar jakarta, hingga berasal dari luar jawa. Dukungan yang diberikan pun beragam, mualai dari menyanyikan lagu pembakar semangat, pakaian timnas merah putih hingga tanpa ragu mengecat wajah secara ekstrim.

Dukungan yang sangat membludak ini terkesan kontras dengan keadaan pelayanan yang diberikan oleh pihak penyelenggara dhi. PSSI. mayoritas masyarakat pencinta sepak bola nasional kecewa dengan lembaga (yang katanya) tertinggi di Sepakbola Indonesia. Mulai dari paceklik prestasi hingga pelayanan penjualan tiket untuk laga di piala AFF terbaru ini.

sesuai dengan judul yang saya ajukan di atas, sebenarnya tulisan yang saya buat ini sudah menjadi terlalu umum dan mungkin (juga sebagai penggemar sepakbola nasional) sudah terlalu MEMBOSANKAN. Semua orang sudah tahu bagaimana keadaan terbaru dalam masa kepemimpinan "bapak" itu...huft!

Kalo Beruang pikir, sebenarnya 11 pemain yang memakai seragam kebesaran Indonesia itu merupakan agen pemersatu indonesia yang sesungguhnya (diantara yang lain). tidak ada perbedaan partai, perbedaan agama, perbedaan suku, perbedaan kasta sosial (cuma keliatan di bidang ekonomi), dan juga tidak perbedaan ras untuk membuat kesatuan suara mendukung timnas Garuda..Garuda di dadaku (thx to Frry Indrasjarief dan Netral). dan sudah nampak bukti bahwa saat ada event olahraga terutama sepakbola, tingkat kerusuhan sosial pasti akan turun..bukankah ini bagus.

sekarang sebagai penutup, beruang hanya berharap (dan hanya bisa berharap...lagi) agar pembenahna luar biasa akan terjadi di para pemain hingga pimpinan di lembaga PSSI yang kami cintai tersebut. karena kami cinta IND-ONE-SIA

Jumat, 17 Desember 2010

Tersenyumlah, Sayang...hanya karena Alloh :)





firman Allah dalam sebuah hadits Qudsi, "Qala Ta’ala ana ‘inda dhanni ‘abdi. In khairan fa khairan wa in syarran fa syarran,"yang terjemahnya berarti "Aku bergantung pada prasangka hamba-Ku. Sekiranya berprasangka baik, akan berdampak baik dan sekiranya berprasangka buruk akan menjadi buruk."

hal itu ternyata tidak hanya berlaku untuk hamba kepada Tuhannya (Habluminnalloh) tapi juga sesama hamba (habluminannas) juga untuk hamba itu sendiri sebagai individu.

terkadang kita mengharapkan pada Alloh..kenapa seh aku cuma dikasih itu? kenapa seh kok si dia dikasih yang lebih baik dari aku?..atau kenapa seh Aloh gak Mengabulkan Doaku atau mungkin sampai ke Tahap "Alloh, tolong kabulkan doaku, kalo tidak....??" sengaja dikosongkan agar sesuai dengan keinginan yang berdoa mengancam tersebut.
pada dasarnya, berdoa itu adalah suatu bentuk kebutuhan dan kewajiban kita sebagai hambaNYA. karena konsep dasarnya adalah kita sebagai hamba membutuhkan Alloh sebagai Tuhan.

jadi kalo ada seorang manusia yang jelasa notabene hamba berdoa dengan nada mengancam apalagi berusaha menyalahi ketentuan ilahi seperti mengaku sebagai nabi atau bahkan mengaku sebagai tuhan itu sendir, maka terdapat keanehan yang sangat.

kembali sesuai judul, Tersenyumlah, Sayang..hanya karena Alloh. hal ini ditujukan beruang kepada semua orang dan makhluk ciptaan Alloh terutama dhi. kepada istri beruang (sapidudunk). beruang pernah juga mendengar dan membaca buku Laa tahzan (jangan bersedih) yang lebih lengkapnya adalah Laa Tahzan innaloha ma anna (jangan bersedih, sesungguhnya Alloh bersama kita). dengan pernyataan itu, sepertinya sudah tidak ada alasan lagi yang masuk akal untuk membuat kita bersedih sebab seperti sering kita rasakan sendiri, bahwasanya sesuatu hal yang sering kita bayangkan akan terjadi keburukan atas kita pada kenyataanya sering tidak terjadi atau malah terjadi hal sebaliknya. ya, terjadi kebaikan atas kita.

terkhusus untuk istriku, sapidudunk tercinta, untuk segala hal yang diketahui hanya oleh kita dan DIA, beruang harap agar bisa memicu kita untuk lebih dapat dekat denganNYA.

caranya adalah:
1. Jadilah sesuai ketentuanNYA
2. JAgalah Kesehatan
3. Semangatlah belajar
4. Aku sayang Kamu.

untuk cara terakhir mungkin kupingmu harus bersiap untuk mendengarnya sesering mungkin sebab entah kenapa aku yakin kalau kamu adalah tulang rusukku yang hilang dulu..

Tersenyumlah sayang..

Rabu, 15 Desember 2010

sedikit saja tentang integritas dan etika sebuah profesi

Kemarin, saya sengaja diminta seorang kawan untuk datang ke hajatan besar profesi akuntan. Bernama Kongres Ikatan Akuntan Indonsia (IAI). Acaranya mengambil tempat di sebuah hotel ternama dekat bundaran HI. Sesampainya di lokasi, kawan saya diminta meng-update keanggotaan, untuk beroleh kalung peserta sekaligus pemilih. Yah hitung-hitung bayar tiket masuk ujarnya, saat dimintai uang iuran. Yang bikin saya berkernyit dahi, bukan soal uang iurannya semata yang nilainya lumayan. Tapi, juga banyaknya antrean pendaftaran baru maupun pembaruan keanggotaan.

Apa gerangan yang menjadikan mrereka sebegitu antusias ikut kongres IAI dan rela keluar ratusan ribu Rupiah ? Tak mungkin hanya sekedar mencari santap siang dan coffe break di hotel bintang lima. Tamu artis ternama pun tak ada. Yang terlihat cukup mencolok justru ratusan orang berbaju batik lengan pendek layaknya seragam PNS atau pegawai BUMN di hari Jumat.

Cukup lama saya mengamati kondisi yang mengusik nalar sehat itu. Keheranan saya terjawab saat mendengar obrolan diantara sebagian peserta. Orang-orang berkostum batik tadi ternyata (sengaja) “digerakkan” oleh kantornya. Tujuannya, untuk mendukung kandidat Ketua atau Anggota Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI. Alamak…PNS dan pegawai BUMN yang semestinya di jam kantor melakukan tugas negara ternyata malah kluyuran untuk “urusan” profesi pribadi pimpinannya.

Salah seorang diantara mereka akhirnya buka suara. Dia dan ratusan temannya yang berprofesi auditor pemerintah/Negara “ditugaskan” untuk memenangkan sang pimpinan sebagai Ketua IAI. Tak lupa ditunjukkan isi SMS daftar nama kandidat yang diinstruksikan untuk dipilih. Saat saya tanya, kenapa mau terima instruksi seperti itu, dia hanya tersenyum sembari berujar “maklum mas, kami ini kan PNS yang harus taat pada instruksi pimpinan”.

Sontoloyo, batin saya. Kalian kan mengaku memiliki profesi yang terhormat, sebagai Akuntan. Hanya kebetulan saja bekerja di Pemerintahan. Tapi, kenapa sikapnya mirip rombongan pendemo bayaran di Bunderan HI yang terima saja perintah teriak-teriak dari pemberi order ? Di mana nalar kritis kalian ?

Saking gemesnya saya iseng tanya lagi ke Akuntan plat merah ini “Mas, tahu ga kalau GOLKAR sudah bukan lagi pemenang Pemilu ?” Dia bilang tahu. “Tahu ga sekarang era reformasi ?” Jawabnya pun “tahu”. Lantas kenapa masih mau disuruh-suruh pimpinan yang jelas tidak ada kaitan dengan tugas negara, apa dikasih duit ? “Ah,mana berani, Mas” ujarnya. Jadi kenapa ? “Mas kali lupa, kalau kami ini masih anggota KORPRI alias Korban Printah”..wuakakakak…pinter juga ngelesnya Akuntan ini.

Selepas sholat Jumat, kasak kusuk menjelang pemilihan DPN IAI makin intensif. Terpampang sosok kandidat Ketua DPN “murah senyum” yang saat ini menjabat kepala lembaga pemerintahan non departemen urusan pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara. Di ujung lift, seorang gadis muda menyodorkan brosur kandidat muda yang menggotong jargon “reformasi”. Masih ada lagi kandidat dari petinggi BUMN migas yang tidak ketinggalan membawa massanya sendiri.

Beberapa diantara peserta berbatik terbersit kegundahan. Mereka merasa belum begitu mengenal sosok sang pimpinan, tapi sudah “diwajibkan” memilihnya. Demi alasan nama baik dan kebanggaan instansi kilahnya. Wuih enak betul ya. Lantas, bagaimana mereka yakin pimpinannya bakal kepilih? Enteng mereka berujar “kami peserta terbanyak di kongres ini, Mas”. “Memang berapa banyak rombongan kalian”, saya bertanya lagi. “ada lah bangsa 500-an”..”belum lagi nanti dapat dukungan dari Auditor plat merah lain” imbuhnya..”siapa” ? tanya saya…”tuh ! ”.

Jarinya menunjuk ke arah peserta yang melintas sambil tergopoh-gopoh menenteng segepok kartu anggota baru berikut tanda peserta kongres. Ada juga yang sibuk mendata anggota rombongan yang belum memperoleh kartu anggota dan tanda peserta. Sekilas terlihat daftar nama pegawai yang didaftarkan sebagai anggota dari berbagai unit kerja di instansinya. Saya tidak tahu, apakah sekarang setiap instansi Pemerintah memang mewajibkan akuntannya ikut IAI. Setahu saya, profesi akuntan sifatnya perorangan. Bukan perkumpulan pegawai instansi swasta apalagi pemerintah. Tapi, bisa jadi sayalah yang ketinggalan informasi.

Tak kuasa menahan penasaran, saya beranikan diri bertanya kepada mereka. “Kalau pegawai instansi seperti kalian, berapa bayar iurannya ?” Sambil cekikikan mereka nyahut..”kita dari kantor gratis koq Mas”..Busyet ! Tidak percaya dengan omongannya, saya menyambangi salah seorang Panitia..”koq mereka gratis tidak bayar iuran anggota ?”..”oh mereka diurusin kantornya” Saya nyela ”maksudnya (bener) dibayari kantornya ?” …”ya gitu deh”…alamak…Enak betul ya jadi Akuntan Negara. Jadi anggota profesi pun bisa dibayari pakai duit negara..hehehe…

Dari investigasi kecil-kecilan, saya akhirnya menemukan “benang merah” kehadiran rombongan akuntan-akuntan berbatik ini. Diantara mereka (ternyata) sudah ada pembicaraan di belakang layar untuk saling mendukung kandidatnya masing-masing. Sang Kepala, yang tidak pe-de menghadapi tokoh muda dan profesional BUMN, ternyata meminta bala bantuan dari koleganya sesama Akuntan plat merah.

“There’s no free lunch”. Dukungan tadi tentu saja berbalas dukungan untuk sang sekutu menempatkan orangnya. Meski hanya selevel Anggota DPN. Pokoknya mirip sekali dengan gaya partai politik yang mendukung pasangan capres/cawapres untuk berharap posisi anggota kabinet. Kalkulasi politik semacam itu bikin saya bingung. IAI ini isinya politisi atau profesional, sih ?

Maka, saat sorenya Ketua IAI terpilih adalah Kepala lembaga non departemen dan anggota DPN bersuara terbanyak berasal dari akuntan lembaga tinggi negara, saya mafhum adanya. Tak mungkin perseorangan mampu “mendoktrin” ratusan Akuntan untuk bersuara sama. Kalau dia tidak punya “alat paksa” bernama jabatan. Mana ada biaya untuk memobilisasi sekian banyak Akuntan untuk hadir serentak bagi seorang “freelancer” seperti kawan saya bila maju pemilihan, kalau tidak punya dukungan dana. Tak peduli, andai kata dana yang dipakai itu bisa dikategorikan sebagai uang negara.

Pada akhirnya saya merenung. Apakah keharusan untuk tertib memakai kewenangan dan uang negara hanya berlaku bagi para Auditee mereka ? Lantas, andai kedua institusi tertinggi di bidang pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara tidak konsekuen dengan ajarannya, siapa yang bisa mengontrol ? Tatkala pegawai Pemda keluyuran saat jam kantor ditangkap satpol PP, lalu siapa yang bakal menangkap ratusan Akuntan Negara yang siang ini keluyuran di hotel untuk kepentingan pribadi mereka sendiri?

Sepulang dari kongres, kebanggaan teman saya terhadap organisasi profesinya mulai meluntur. Bagaimana bisa IAI mendapatkan tokoh pembaharu, kalau mekanisme pemilihan Ketua dan Anggota DPN-nya cenderung menguntungkan calon dari institusi yang memiliki akuntan bejibun, seperti BPK dan BPKP ? Apa akuntan di kedua institusi itu masih kurang sibuk, hingga pejabatnya masih perlu tambahan kesibukan baru seraya rela untuk mengerahkan massa ?

Saya sendiri tidak anti dengan namanya Akuntan plat merah. Banyak diantaranya yang memiliki kemampuan mengagumkan. Tapi, apa artinya itu semua, kalau “mind set” mereka masih seperti layaknya PNS zaman Pak Harto, yang diperintah apa saja manut ? Menikmati hidup dalam kekangan kemauan pimpinan, jadi “budak nafsu” atasan, layaknya olok-olok Korpri adalah “Korban Perintah” tadi? KatanyaPNS sudah reformasi birokrasi ?

Peranan Akuntan non Pemerintah di IAI mestinya dioptimalkan. Sebagai alat kontrol “perilaku” Akuntan Pemerintah yang seringkali “abuse of power” alias mau menangnya sendiri. Tapi alih-alih jadi alat kontrol, yang terjadi adalah Akuntan Pemerintah justru makin mendominasi segala lini kebijakan akuntansi. Posisi sentral inilah yang pada akhirnya beresiko timbul“power tends to corrupt”. Hanya berpindah waktu dan tempat. Dari semula pagi di kantor instansi, menjadi sore/malam di kantor organisasi.

Masyarakat pantas khawatir bila IAI lambat laun menjelma sebagai lembaga birokrasi baru. Struktur organisasi dilebarkan, bukan semata karena beban kerja. Melainkan untuk back up mengisi potensi kekosongan, manakala anggota DPN ada yang sukses lompat posisi di pemerintahan/BUMN. Organisasi layaknya kendaraan penjangkau jabatan atau akses ke lini Pemerintahan. Selama kesempatan itu belum kesampaian, organisasi tetap bisa dipakai sarana mencari order kerja dan proyek. Dan tak lupa cantolan nama, koneksi pejabat, yang semuanya bernuansa “profit oriented”.

Tak terhitung suara nyinyir yang memandang IAI tak ubahnya lembaga penuh “kepentingan”. Dari sekedar kepentingan cari bahan skripsi sampai slentingan “nitip” standar akuntansi. Awalnya saya tak percaya. Tapi pengalaman pribadi sulit rasanya melawan pandangan tadi.

Dari proses pemilihan Ketua DPN IAI yang hari ini saya datangi, ada beberapa kondisi yang bisa menebarkan aroma perilaku tak beretika dan tak berintegritas, setidaknya :

1. Peserta kongres tidak dibatasi masa pendaftaran keanggotaanprofesinya. Semestinya DPN IAI tidak membuka/menerima pendaftaran anggota baru menjelang atau pada saat kongres. Karena agenda utamanya memilih Ketua/Anggota DPN baru. Situasi begini rawan dimanfaatkan. Kebijakan seperti itu perlu dilakukan guna menghindari pemilih “dadakan” dan “siluman” yang rajin muncul pada saat pemungutan suara. Di pelaksanaan Pilkada hal ini sudah diterapkan. Para pamong tidak berani seenak hati menerbitkan KTP baru di masa-masa kampanye calon pimpinan daerah.

2. Tidak ada paparan visi dan misi serta program dari para kandidat ketua DPN. Atau mungkin karena para kandidat sudah bisa mendatangkan ratusan pegawai kantornya, sehingga tidak perlu lagi repot-repot meyakinkan Anggota IAI yang akan memilihnya.

3. Pelaksanaan pemilihan Ketua DPN dilakukan saat hari/jam kerja. Hal ini bisa mendorong timbulnya penyalahgunaan jabatan dan kewenangan. Para pegawai/bawahan pun tidak punya pilihan untuk hadir atau tidak hadir, jika tidak ingin dianggap mangkir. Konyolnya, kendaraan dinas kantor pun turut digunakan demi menyukseskan ambisi dan kepentingan sang pimpinan. Lebih gila lagi, untuk datang ke kongres beberapa peserta disinyalir mendapat uang perjalanan dinas dari Negara. Subhanallah ! Saya yakin kalau pelaksanaan pemilihan Ketua DPN di kongres IAI kemarin dilakukan saat hari libur, hasilnya akan berbeda. Hanya mereka yang benar-bener niat sukarela tanpa paksaan lah yang akan hadir di kongres.

4. Organisasi menikmati kondisi yang tidak mencerminkan “pengendalian intern”, yang selama ini jadi jargon sebagian besar Akuntan. Malam tadi IAI jelas meraup ratusan juta uang iuran keanggotaan. Meski sebagian diantaranya seumur-umur jadi Akuntan belum pernah tahu dimana kantor IAI. Tak peduli juga kalau uang iuran itu sepantasnya tidak diterima, karena bisa “mendzalimi” kandidat yang berniat mulia ke organisasi. Organisasi seolah tutup mata, kalau uang iuran untuk melegalisir pemilih “musiman” atau malah “siluman”. Pokoknya bayar, habis urusan. Yang penting duit !

5. Tidak ada cek yang memadai atas kebenaran data peserta kongres. Jadi, jangan kaget andai ada cleaning service hotel yang tidak tahu apa itu akuntan, asal bisa nulis angka di kolom register, langsung bisa dapat tanda peserta kongres.

So, kejadian di kongres IAI hari ini memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat seperti saya. Bahwa sangat tidak mudah menjalankan apa itu etika dan integritas, terutama bagi diri sendiri. Akuntan boleh sangat persisten menerapkan standar profesionalisme dengan mengagung-agungkan kedua hal di atas. Plus, sangat rewel soal “pengendalian intern” ke Auditeenya. Tapi, saat menyangkut kepentingan mereka sendiri, ternyata hal-hal tersebut bisa begitu saja diabaikan.

Saya jadi salut dengan tukang ojek di ujung gang rumah. Mereka bisa lebih bijak memilih siapa yang pantas jadi pimpinan daerahnya. Tidak asal menerima order pemenangan salah satu kandidat. Meski sudah terima uang transport dan kaos kampanye. Merekapun bisa kepikiran mengadu ke MK, bila hasil pemilihan ternyata tidak fair dan penuh intrik. Kebebasan dan keberanian berpikir seperti itu yang semalam nisbi di sebagian besar akuntan peserta kongres.

Saat kami asyik merenung..tiba-tiba plung !..Tak sengaja kartu anggota IAI teman saya seharga ratusan ribu di saku baju terjatuh ke selokan depan rumahnya.





ini sumbernya

saat saya membaca berita tersebut di kompasiana, agak sedikit (bahkan mungkin, SANGAT) menohok hati ini. profesi yang selama ini dikenal independen dan profesional akhirnya menjadi semacam "KAP" terbesar di dunia.

bagaimana tidak, untuk mengikuti dan memilihnya saja bisa di pertanggungjawabkan lewat surat tugas yang notebene dalam pencairan anggarannya saja menggunakan APBN (cmiiw).

Instansi itu adalah instansi sahabat saya, banyak sahabat saya yang bekerja di situ dan dulu sempat menghakimi saya secara sepihak terkait status saya terdahulu. tapi sudahlah seperti kata sahabat saya yang lain, almamater itu tidak bisa diubah, tetapi instansi dapat.

langsung saja ke masalah sesuai judul.
tadinya saya sempat bangga karena dewan pimpinan nasional dari lembaga independen ini..


lembaga ini adalah sebuah paguyuban dari semua akuntan di indonesia.
dalam kongres yang terbaru, terpilihlah dewan pimpinan nasional (DPN) yang mayoritas alumni dari Kampus di Jurangmangu itu. Secara instan saya bangga atas itu, tapi setelah membaca sumber yang di atas itu, akhirnya saya malah merasa malu bila benar bahwa yang ditulis oleh rekan dari forum kompasiana tersebut.

huft..dilema memang

si beruang pun mulai menulis lagi

kepada semua blogger, mungkin dulu pernah atau bahkan belum pernah sama sekali mendengar blog ane yang sekarang lupa passwordnya..

jadi dulu ada blog yang namnya siberuanggendut.blogspot.com, tapi karena sibuk mencari uang (alasan) dan lupa password (benar), maka tidak dilanjutkan penulisan blog itu.

tapi baiklah, kami akanmencoba untuk melanjutkan penulisan.

dalam hal ini (dhi.), beruang akan menulis sedikit ttg kesehatan, kebetulan baru dapat info kemaren dari pak ustadz yang berkecimpung di bidang kesehatan (dokter) di kesehariannya.

inti dari ceramah tersebut itu adalah:
1. tubuh kita memiliki daya tahan sendiri
2. tubuh kita memiliki daya imun sendiri
3. tubuh kita memiliki kemampuan menyembuhkan sendiri

hal ini nampak dari banyak hal, contohnya adalah ketika kita jatuh dan luka, maka luka tersebut akan menyembuhkan dengan sendirinya.

dalam hal ini yang bekerja adalah daya imun dan makhluk renik yang bersifat baik di tubuh kita yang tersebar di jaringan hingga lokasi lain. dan untuk mengembangkan kemampuan dari imun dan makhluk renik tadi dibutuhkan pelatihan yang bersifat kontinu. Pelatihan tersebut mulai dari mengurangi kebiasaan minum obat, beristirahat yang cukup serta berpikiran positif (khusnudzon).

Pada dasarnya penyakit itu adalah apa yang ada dipikiran kita. Terkadang ada orang yang selalu berpikiran negatif maka akan menumbuhkan sel jahat (kanker) dan ada juga cerita tentang penderita kanker yang secara ajaib menjadi hilang tanpa bekas karena hatinya selalu merasa senang serta dapat selalu berdoa (mendekatkan diri/menenangkan pikiran).

Sedangkan untuk istirahat, waktu yang paling baik adalah saat malam dan beberapa menit setelah dzuhur, karena pada saat itu selain tubuh istirahat, juga tubuh mengalami proses detoksifikasi terlebih saat malam. oleh karena itu, terkadang dengan keadaan suhu kamar yang normal, terkadang pakain tidur kita basah.

hal ini sebeanarnya baik untuk tubuh terutama organ ekskresi kita seperti hati, kulit dll.


saya rasa cukup sekian dulu tulisan ini dibuat..semoga bermanfaat..

-anda adalah apa yang anda pikirkan-

Selasa, 14 Desember 2010

perkenalan

ada beberapa nama yang siusulkan untuk blog saya ini, antara lain sbaskoro dan sitampan..karena menurut saya tidak masuk akal, maka saya putuskan memakai nama ini saja..semoga sakinah mawaddah warahma (oops...salaaah).

mohon inpoh, saran dan masukan..

amien